E-COMMERCE
E-commerce merupakan suatu cara berbelanja atau
berdagang secara online atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas
Internet dimana terdapat website yang dapat menyediakan layanan get and deliver. commerce akan merubah semua
kegiatan marketing dan juga sekaligus memangkas biayabiaya operasional untuk
kegiatan trading (perdagangan)
Perkembangan teknologi (tele)komunikasi dan komputer
menyebabkan terjadinya perubahan kultur kita sehari-hari. Dalam era yang
disebut “information age” ini, media elektronik menjadi salah satu media
andalan untuk melakukan komunikasi dan bisnis. E commerce merupakan
extensiondari commerce dengan mengeksploitasi media elektronik. Meskipun
penggunaan media elektronik ini belum dimengerti, akan tetapi desakan bisnis
menyebabkan para pelaku bisnis mau tidak mau harus menggunakan media elektronik
ini.
Pendapat yang sangat berlebihan tentang bisnis
‘dotcom’ atau bisnis on-line seolah-olah mampu menggantikan bisnis
tradisionalnya (off-line). Kita dapat melakukan order dengen cepat diinternet –
dalam orde menit – tetapi proses pengiriman barang justru memakan waktu dan
koordinasi yang lebih rumit, bisa memakan waktu mingguan, menurut Softbank;s
Rieschel, Internet hanya menyelesaikan 10% dari proses transaksi, sementara 90
% lainnya adalah biaya untuk persiapan infrastruktur back-end, termasuk
logistic. Reintiventing dunia bisnis bukan berarti menggantikan system yang
ada, tapi justru komplemen dan ekstensi dari system infratruktur perdagangan
dan produksi yang ada sebelumnya.
Dalam mengimplementasikan e-commerce tersedia suatu
integrasi rantai nilai dari infrastrukturnya, yang terdiri dari tiga lapis.
Perama, Insfrastruktur system distribusi (flow of good) kedua, Insfrastruktur
pembayaran (flow of money) Dan Ketiga, Infrastruktur system informasi (flow of
information). Dalam hal kesiapan infrastruktur e-commerce, kami percaya bahwa
logistics follow trade, bahwa semua transaksi akan diikuti oleh perpindahan
barang dari sisi penjual kepada pembeli. Agar dapat terintegrasinya system
rantai suplai dari supplier, ke pabrik, ke gudang, distribusi, jasa
transportasi, hingga ke customer maka diperlukan integrasi enterprise system
untuk menciptakan supply chain visibility. Ada tiga factor yang patur dicermati
oleh kita jika ingin membangun toko e-commerce yaitu : Variability, Visibility,
dan Velocity (Majalah Teknologi, 2001).Yang menjadi pertayaan bahwa bagaimana
kita melakukan penyelidikan sebelum memutuskan untuk terjun ke market on-line
ini.
ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan diantaranya
;
Process conducting dalam penyelidikan :
1.
mendefinisikan targer pasar,
2.
menidentifikasikan kelompok untuk dijadikan
pembelajaran.
3.
indentity topk untuk discusi.
Dalam
tahap penunjungnya maka dapat diselidiki :
1.
identity letak demografi website di tempat tertentu,
2.
memutuskan focus editorialnya,
3.
memutuskan isi dari contentnya,
4.
memutuskan pelayanan yang dibuat untuk berbagai type
pengunjung (Turban M, 2001)
Ternyata tidak mudah mengimplementasikan eCommerce
dikarenakan banyaknya faktor yang terkait dan teknologi yang harus dikuasai.
Tulisan (report) ini diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang
teknologi apa saja yang terkait, standar-standar yang digunakan, dan
faktor-faktor yang harus diselesaikan.
Jenis eCommerce dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
Business to Business (B2B) dan Business to Consumer (B2C, retail). Kedua jenis
eCommerce ini memiliki karakteristikyang berbeda. Business to Business
eCommerce memiliki karakteristik Trading partners yang sudah diketahui dan
umumnya memiliki hubungan (relationship) yang cukup lama. Informasi hanya
dipertukarkan dengan partner tersebut. Dikarenakan sudah mengenal lawan
komunikasi, maka jenis informasi yang dikirimkan dapat disusun sesuai dengan
kebutuhan dan kepercayaan (trust). Pertukaran data (data exchange)
berlangsung berulang-ulang danÿ secara berkala, misalnya setiap
hari, dengan format data yang sudah disepakati bersama. Dengan kata lain,
servis yang digunakan sudah tertentu. Hal ini memudahkan pertukaran data untuk
dua entiti yang menggunakan standar yang sama. Salah satu pelaku dapat
melakukan inisiatif untuk mengirimkan data, tidak harus menunggu parternya.
Model yang umum digunakan adalah peer-topeer, dimana processing
intelligence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis.
A. Business to Consumer eCommerce
Memiliki karakteristik sebagai berikut: Terbuka untuk
umum, dimana informasi disebarkan ke umum. Servis yang diberikan bersifat umum (generic) dengan mekanisme yang dapat
digunakan oleh khalayak ramai. Sebagai contoh, karena sistem Web sudah umum
digunakan maka servis diberikan dengan menggunakan basis Web. Servis diberikan berdasarkan permohonan (on demand). Konsumer
melakuka inisiatif dan produser harus siap memberikan respon sesuai dengan
permohonan. Pendekatan client/server sering digunakan
dimana diambil asumsi client (consumer) menggunakan sistem yang minimal
(berbasis Web) dan processing (business procedure) diletakkan di sisi server. Menurut sebuah report dari E&Y; Consulting, perkembangan kedua jenis
eCommerceini dapat dilihat pada tabel berikut. Dari tabel tersebut dapat
dilihat bahwa perkembangan Business to Business lebih pesat daripada Business
to Consumer. Itulah sebabnya banyak orang mulai bergerak di bidang
Business-to-business.
Meskipun demikian, Business-to-Consumer masih memiliki
pasar yang besar yang tidak dapat dibiarkan begitu saja. Tingginya PC
penetration (teledensity) menunjukkan indikasi bahwa banyak orang yang berminat
untuk melakukan transaksi bisnis dari rumah. Negara yang memiliki indikator PC
peneaion yang tinggi mungkin dapat dianggap sebagai negara yang lebih siap
untuk melakukan eCommerce. Business to Business eCommerce
umumnya menggunakan mekanisme Electronic Data Interchange (EDI). Sayangnya
banyak standar EDI yang digunakan sehingga menyulitkan interkomunikasi antar
pelaku bisnis. Standar yang ada saat ini antara lain: EDIFACT, ANSI X.12, SPEC
2000, CARGO-IMP, TRADACOMS, IEF, GENCOD, EANCOM, ODETTE, CII. Selain standar
yang disebutkan di atas, masih ada formatformat lain yang sifatnya proprietary.
Jika anda memiliki beberapa partner bisnis yang sudah menggunakan standar yang
berbeda, maka anda harus memiliki sistem untuk melakukan konversi dari satu
format ke format lain. Saat ini sudah tersedia produk yang dapat melakukan
konversi seperti ini.
Pendekatan lain yang sekarang cukup populer dalam
standarisasi pengiriman data adalah dengan menggunakan Extensible Markup
Language (XML) yang dikembangkan oleh World Wide Web Consortium (W3C). XML
menyimpan struktur dan jenis elemen data di dalam dokumennya dalam bentuk tags
seperti HTML tags sehingga sangat efektif digunakan untuk sistem yang berbeda. Topik
yang juga mungkin termasuk di dalam business-to-business eCommerce adalah Electronic/Internet procurement
dan Enterprise Resource Planning (ERP). Hal ini adalah implementasi penggunaan
teknologi informasi pada perusahaan dan pada manufakturing. Sebagai contoh,
perusahaan Cisco maju pesat dikarenakan menggunakan teknologi informasi
sehingga dapat menjalankan just-in-time manufacturing untuk produksi produknya.
Electronic shopping mall menggunakan web sites untuk
menjajakan produk dan servis. Para penjual produk dan servis membuat sebuah
storefront yang menyediakan catalog produk dan servis yang diberikannya. Calon
pembeli dapat melihat-lihat produk dan servis yang tersedia seperti halnya
dalam kehidupan sehari-hari dengan melakukan window shopping. Bedanya, (calon)
pembeli dapat melakukan shopping ini kapan saja dan darimana saja dia berada
tanpa dibatasi oleh jam buka took. Konsep portal agak sedikit
berbeda dengan electronic shopping mall, dimana pengelola portal menyediakan
semua servis di portalnya (yang biasanya berbasis web). Sebagai contoh, portal
menyediakan eMail gratis yang berbasis Web bagi para pelanggannya sehingga
diharapkan sang pelanggan selalu kembali ke portal tersebut.
B. Perspektif Mengenai E-Commerce
PERSPEKTIF
DEFINISI E-COMMERCE FOKUS
1.
On-line Purchasing Perspective Sistem yang
memungkinkan pembelian dan penjualan produk dan informasi melalui internet
Transaksi online
2.
Digital Communication Perspective Sistem yang
memungkinkan pengiriman informasi digital produk, jasa dan pembayaran online
Komunikasi secara elektronis
3.
Service Perspective Sistem yang memungkinkan upaya
menekan biaya, menyempurnakan kualitas produk dan informasi instan terkini, dan
meningkatkan kecepatan penyampaian jasa. Efisiensi dan layanan pelanggan
4.
Business Process Perspective Sistem yang memungkinkan
otomatisasi transaksi bisnis dan aliran kerja Otomatisasi proses bisnis
5.
Market-of-one Perspective Sistem yang memungkinkan
proses “Customization” produk dan jasa untuk diadaptasikan pada kebutuhan dan
keinginan setiap setiap pelangga secara efisien Proses customization
C. Peluang dan Tantangan E-Commerce
Perkembangan internet berdampak pada perubahan cara
organisasi merancang, memproses, memproduksi, memasarkan, dan menyampaikan
produk. Lingkup persaingan yang semakin luas juga menuntut integrasi dan
koordinasi anatara departemen sistem informasi, pemasaran, layanan pelanggan,
dan departemen-departemen lainnya dalam organisasi. Beraneka raga peluang
pemanfaatan internet yang bisa diekploitasi meliputi:
a. Sumber baru untuk informasi pasar
b.
Individualized marketing
c.
Cara baru menjalin relasi online dengan pelanggan dan
membangun citra merk;
d.
Peluang baru bagi distribusi produk dan komunikasi
pemasaran;
Proses penyampaian produk secara digital via internet
diperkirakan akan semakin marak dalam berbagai sektor bisnis, terutama untuk
program perangkat lunak, surat kabar, tiket pesawat, perbankan, asuransi,
pendidikan, dan lain-lain. Sekalipun ada banyak sekali
daya pikat e-business (terutama yang berbasis internet), masih ada sejumlah
tantangan atau keterbatasan yang harus diatasi. Sebuah survey yang dilakukan
oleh majalah internetweek pada tahun 1998 mengungkap sejumlah faktor non teknis
yang menghambat perkembangan e-business
D. Dampak e-Commerce terhadap pratik bisnis
Dalam kategori pertama, e-commerce berdampak pada
akselerasi pertumbuhan direct marketing yang secara tradisional berbasis mail
order (katalog) dan telemarketing. Kemunculan e-commerce memberikan beberapa
dampak positif bagi aktivitas pemasaran, diantaranya : Memudahkan promosi produk dan jasa secara interaktif dan real time
melalui saluran komunikasi langsung via internet. Menciptakan saluran distribusi baru yang bisa menjangkau lebih
banyak pelanggan di hampir semua belahan dunia Memberikan penghematan signifikan dalam
hal biaya pengirima informasi dan produk terdigitalisasi (contoh :perangkat
lunak dan musik).
Menekan waktu siklus dan
tugas-tugas administratif (terutama untuk pemasaran internasional) mulai dari
pemesanan hingga pengiriman produk. Layanan pelanggan yang lebih
responsif dan memuaskan, karena pelanggan bisa. mendapatkan
informasi lebih rinci dan merespon cepat secara online. Memfasilitasi mass customization yang telah diterapkan pada sejumlah
produk seperti kosmetik, mobil, rumah, komputer, kartu ucapan, dan berbagai
macam produk lainnya. Memudahkan aplikasi one-to-one
atau direct advertising yang lebih efektif dibandingkan mass advertising. Menghemat
biaya dan waktu dalam menangani pemesanan, karena sistem pemesanan elektronik
memungkinkan pemrosesan yang lebih cepat dan akurat
Menghadirkan pasar maya/virtual
(markespace) sebagai komplemen pasa tradisional (marketplace). Dalam hal transformasi
organisasi, e-commerce mengubah karakterisik pekerjaan, karir, dan kompensasi.
E-commerce menuntut kompetensi, komitmen, kreativitas, dan fleksibilitas
karyawan dalam beradaptasi dengan setiap perubahan lingkungan yang ramping,
bercirikan pemberdayaan dan desentralisasi wewenang, beranggotakan knowledge
based workers, mampu beradaptasi secara cepat dengan teknologi baru dan
perubahan lingkungan (learning organisation), mampu dan berani bereksperimen
dengan produk, jasa maupun proses baru, dan mampu mengelola perubahan secara
strategik.
Sedangkan dalam hal redefinisi organisasi, e-commerce
memunculkan model bisnis baru yang berbasis jasa online di markespace. Hal ini
bisa berdampak pada redefinisi misi organisasi dan cara organisasi menjalankan
bisnisnya. Perubahan ini anatar lain meliputi peralihan dari sistem produksi
massal menjadi pemanufakturan just in time (JIT) yang lebih customized,
integrasi berbagai sistem fungsional (seperti produksi, keuangan, pemasaran,
dan sumber daya manusia). Hal ini difasilitasi dengan sistem ERP (Enterprise
Resource Planning) berbasis internet berupa perangkat lunak khusus seperti SAP
R/3, microsoft enterprise, DCOM, dan lain-lain.
E. Manfaat
E-businees bagi Organisasi, Konsumen, dan Masyarakat luas
1. Bagi
Organisasi
Memperluas pasar hingga mencakup pasar nasional
dan pasar global, sehingga perusahaan bisa menjangkau lebih banyak pelanggan,
memilih pemasok terbaik, dan menjalin relasi dengan mitra bisnis yang dinilai
paling cocok. Menekan biaya menyusun,
memproses, mendistribusikan, menyimpan, dan mengakses informasi berbasis kertas
Memungkinkan perusahaan mewujudkan bisnis yang sangat
terspesialisasi. Menekan biaya persediaan dan overhead dengan
cara memfasilitasi manajemen rantai nilai bertipe “pull” yang prosesnya berawal
dari pesanan pelanggan dan menggunakan pemanufakturan just-in-time Menekan waktu antara pembayaran dan penerimaan produk/jasa Meningkatkan produktivitas karyawan melalui rekayasa ulang proses
bisnis. Menekan biaya telekomunikasi
2. Bagi
Konsumen
Memungkinkan konsumen berbelanja atau melakukan
transaksi lainnya setiap saat (24 jam Memberikan pilihan produk dan pemasok
yang lebih banyak kepada pelanggan. Memungkinkan konsumen dalam mendapatkan
produk dan jasa yang lebih murah, karena konsumen bisa
berbelanja di banyak tempat dan melakukan perbandingan secara cepat Produk yang terdigitalisasi, e-business memungkinkan pengiriman
produk secara cepat dan real-time Memungkinkan pelanggan berinteraksi dengan
pelanggan lainnya dalam electronic communities dan saling bertukar gagasan dan
pengalaman Memungkinkan pelanggan berpartisipasi dalam lelang virtual
3.
Bagi Masyarakat luas
Memungkinkan lebih banyak orang bekerja di rumah
Memungkinkan beberapa jenis barang dijual dengan harga murah
F. Kelemahan Dan Kendala E-ecommerce
Menurut survey yang dilakukan oleh CommerceNet http://www.commerce.net/ para pembeli / pembelanja belum menaruh kepercayaan
kepada e-commerce, mereka tidak dapat menemukan apa yang mereka cari di
e-commerce, belum ada cara yang mudah dan sederhana untuk membayar. Di samping
itu, surfing di e-commerce belum lancar betul. Pelanggan e-commerce masih
takut ada pencuri kartu kredit, rahasia informasi personal mereka menjadi
terbuka, dan kinerja jaringan yang kurang baik. Umumnya pembeli masih belum
yakin bahwa akan menguntungkan dengan menyambung ke Internet, mencari situs
shopping, menunggu download gambar, mencoba mengerti bagaimana cara memesan
sesuatu, dan kemudian harus takut apakah nomor kartu kredit mereka di ambil oleh
hacker.
Tampaknya untuk meyakinkan pelanggan ini, e-merchant
harus melakukan banyak proses pemandaian pelanggan. Walaupun demikian Gail
Grant, kepala lembaga penelitian di CommerceNet
http://www.commerce.net/ meramalkan sebagian besar pembeli akan berhasil
mengatasi penghalang tersebut setelah beberapa tahun mendatang. Grant mengatakan jika saja pada halaman Web dapat dibuat label
yang memberikan informasi tentang produk dan harganya, akan sangat memudahkan
untuk search engine menemukan sebuah produk secara online. Hal tersebut belum
terjadi memang karena sebagian besar merchant ingin agar orang menemukan hanya
produk mereka tapi bukan kompetitor-nya apalagi jika ternyata harga yang
diberikan kompetitor lebih murah.
Untuk sistem bisnis-ke-bisnis, isu yang ada memang
tidak sepelik di atas, akan tetapi tetap ada isu-isu serius. Seperti para
pengusaha belum punya model yang baik bagaimana cara mensetup situs e-commerce
mereka, mereka mengalami kesulitan untuk melakukan sharing antara informasi
yang diperoleh online dengan aplikasi bisnis lainnya. Masalah yang barangkali
menjadi kendala utama adalah ide untuk sharing informasi bisnis kepada
pelanggan dan supplier – hal ini merupakan strategi utama dalam sistem
e-commerce bisnis ke bisnis. Kunci utama untuk memecahkan
masalah adalah merchant harus menghentikan pemikiran bahwa dengan cara
menopangkan diri pada Java applets maka semua masalah akan solved, padahal
kenyataannya adalah sebetulnya merchant harus me-restrukturisasi operasi mereka
untuk mengambil keuntungan maksimal dari e-commerce. Grant mengatakan,
“E-commerce is just like any automation – it amplifies problems with their
operation they already had.”
G. Hubungan Hukum Pelaku E-Commerce
Dalam bidang hukum misalnya, hingga saat ini Indonesia
belum memiliki perangkat hukum yang mengakomodasi perkembangan e-commerce. Padahal
pranata hukum merupakan salah satu ornamen utama dalam bisnis. Dengan tiadanya
regulasi khusus yang mengatur mengatur perjanjian virtual, maka secara otomatis
perjanjian-perjanjian di internet tersebut akan diatur oleh hukum perjanjian
non elektronik yang berlaku. Hukum perjanjian Indonesia
menganut asas kebebasan berkontrak berdasarkan pasal 1338 KUHPerd. Asas ini
memberi kebebasan kepada para pihak yang sepakat untuk membentuk suatu
perjanjian untuk menentukan sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian. Dengan
demikian para pihak yang membuat perjanjian dapat mengatur sendiri hubungan
hukum diantara mereka. Sebagaimana dalam perdagangan
konvensional, e-commerce menimbulkan perikatan antara para pihak untuk
memberikan suatu prestasi. Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat.
Didalam hukum perikatan Indonesia dikenal apa yang
disebut ketentuan hukum pelengkap. Ketentuan tersebut tersedia untuk
dipergunakan oleh para pihak yang membuat perjanjian apabila ternyata
perjanjian yang dibuat mengenai sesuatu hal ternyata kurang lengkap atau belum
mengatur sesutu hal. Ketentuan hukum pelengkap itu terdiri dari ketentuan umum
dan ketentuan khusus untuk jenis perjanjian tertentu. Jual-beli merupakan salah satu
jenis perjanjian yang diatur dalam KUHPerd, sedangkan e-commerce pada dasarnya
merupakan model transaksi jual-beli modern yang mengimplikasikan inovasi
teknologi seperti internet sebagai media transaksi. Dengan demikian selama
tidak diperjanjikan lain, maka ketentuan umum tentang perikatan dan perjanjian
jual-beli yang diatur dalam Buku III KUHPerd berlaku sebagai dasar hukum
aktifitas e-commerce di Indonesia. Jika dalam pelaksanaan transaksi e- commerce
tersebut timbul sengketa, maka para pihak dapat mencari penyelesaiannya dalam
ketentuan tersebut.
Akan tetapi permasalahannya tidaklah sesederhana itu.
E-commerce merupakan model perjanjian jual- beli dengan karakteristik dan
aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual-beli konvensional, apalagi
dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Adaptasi
secara langsung ketentuan jual-beli konvensional akan kurang tepat dan tidak
sesuai dengan konteks e-commerce. Oleh karena itu perlu analisis apakah
ketentuan hukum yang ada dalam KUHPerd dan KUHD sudah cukup relevan dan
akomodatif dengan hakekat e-commerce atau perlu regulasi khusus yang mengatur
tentang e-commerce.
Beberapa
permasalahan hukum yang muncul dalam bidang hukum dalam aktivitas e-commerce,
antara lain:
1.
Otentikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui
internet
2.
Saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat
secara hukum
3.
Obyek transaksi yang diperjualbelikan
4.
Mekanisme peralihan hak
5.
Hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang
terlibat dalam transaksi baik penjual, pembeli, maupun para pendukung seperti
perbankan, internet service provider (ISP), dan lain-lain
6.
Llegalitas dokumen catatan elektronik serta tanda
tangan digital sebagai alat bukti
7.
Mekanisme penyelesaian sengketa
8.
Pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam
penyelesaian sengketa.
Praktisi teknologi informasi (TI) Roy Suryo pernah
menyebutkan sejumlah warnet (warung internet) di Yogyakarta menyediakan sejumlah
nomor kartu kredit yang dapat dipergunakan para pelanggannya untuk berbelanja
di toko maya tersebut. Sementara itu, Wakil Ketua Kompartemen Telematika Kadin,
Romzy Alkateri, pernah mengungkapkan pengalamannya. Ia pernah ditagih beberapa
kali atas suatu transaksi jasa hosting yang dilakukannya dengan sebuah penyedia
web hosting di luar negeri. Padahal, ia mengaku sudah membayar jasa hosting
tersebut dengan menggunakan kartu kredit. Lebih jauh lagi, ia pun beberapa kali
meminta pihak issuer untuk tidak melakukan pembayaran tersebut karena merasa
tidak melakukan transaksi jasa hosting lebih dari satu kali. Dari berbagai kasus penipuan
kartu kredit seperti di atas, tentunya selain pihak card holder, pihak merchant
juga akan dirugikan. Apabila card holder menyangkal telah melakukan transaksi
menggunakan charge card/credit card melalui internet, maka pihak issuer tidak
akan melakukan pembayaran, baik kepada merchant ataupun pihak jasa payment
services. Di Amerika, biasanya untuk sejumlah nilai transaksi tertentu,
kerugian tersebut ditanggung secara bersama oleh merchant dan pihak jasa
payment services.